Tugas-Tugasku..

Jumat, 21 Oktober 2022

Pelatihan Inklusi Hari Ke- 3

 Rangkuman dari pelatihan Guru Pembimbing Khusus

Ada beberapa peserta didik yang memiliki keberagaman seperti:

Keberagaman Fisik:

  • Ada peserta didik yang tinggi, sedang, pendek untuk ukuran pada kelasnya
  • Ada peserta didik yang gemuk. Sedang, kurus untuk ukuran pada kelasnya
  • Ada peserta didik jenis kelamin dan perempuan
  • Ada peserta yang memiliki kelengkapan dan fungsi standar pada anggota tubuhnya, ada juga peserta didik yang memiliki hambatan dalam kelengkapan dan fungsi anggota tubuhnya.

Keberagaman Sensorik:

  • Ada peserta didik yang memiliki penglihatan tanpa hambatan, ada peserta didik yang memiliki hambatan penglihatan
  • Ada peserta didik yang memiliki pendengaran tanpa hambatan, ada peserta didik yang memiliki hambatan pendengaran

Keberagaman Sosial ekonomi dan demografis:

  • Ada peserta didik dari keluarga kaya, sedang, miskin
  • Ada peserta didik dari perkotaan dan pedesaan
  • Ada peserta didik yang tinggal di perumahan dan masyarakat/perkampungan

Keragaman jenis lainnya:

  • Ada peserta dengan hambatan perilaku dan emosi, kesulitan belajar spesifik, autis, dan sebagainya


Kemudian Sikap dan tindakan yang harus lakukan guru terhadap keberagaman peserta didik:

  • Menerima keragamaan peserta didik yang ada di kelas 
  • Memahami perbedaan unik setiap individu peserta didik
  • Menciptakan suasana yang aman, nyaman dan ramah bagi semua peserta didik
  • Memberikan kebutuhan layanan pembelajaran, khususnya bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus dengan tetap memberikan perhatian yang sama untuk kelas.

Konsep Keberagaman Peserta Didik

Perbedaan peserta didik tipikal dan peserta didik berkebutuhan khusus lebih tepat disebut sebagai “keberagaman peserta didik”. Setiap peserta didik harus mendapatkan layanan pembelajaran untuk meningkatkan “kualitas hidup peserta didik. Ada 4 hak peserta didik untuk mendapatkan kualitas hidup, yaitu: to liveto loveto play, dan to work”.

Ada empat indikator kualitas hidup bagi setiap peserta didik, yakni sebagai berikut:

  1. To Live, setiap peserta didik di sekolah inklusif memilki hak untuk hidup mengembangkan potensi dirinya, tanpa harus terhalangi atau dibatasi oleh kondisi hambatan yang dimilikinya. Peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah inklusif tidak boleh dibiarkan hanya sebagai “pelengkap kuota kelas inklusif”, tetapi keberadaan peserta didik di kelas inklusif harus menjadi tantangan bagi guru untuk berkreatif dalam mengembangkan layanan pembelajaran akomodatif.
  2. To Love, setiap peserta didik di sekolah inklusif harus merasa terlindungi, mengikuti kegiatan pembelajaran dan aktivitas sekolah lainnya secara ramah, nyaman dan tidak dibiarkan mendapat bully dari peserta didik lainnya. Bahkan guru harus mengembangkan sikap saling menyayangi, mencintai sebagai sesama warga sekolah.
  3. To Play, setiap peserta didik di sekolah inklusif harus memperooleh kesempatan yang sama untuk mengikuti aktivitas belajar secara aktif dan bermain di sekolah, seperti dalam diskusi kelompok, kegiatan ekstrakurikuler, dan perlombaan yang diadakan sekolah. Peserta didik berkebutuhan khusus harus memperoleh hak yang sama untuk memperoleh kesempatan aktivitas permainan di kelas dan lingkungan sekolah.
  4. To Work, setiap peserta dididk di sekolah inklusif memperoleh hak yang sama untuk mengembangkan dirinya dalam upaya mengembangkan potensi dirinya untuk nantinya menjadi individu yang mandiri dalam memasuki dunia kerja. Peserta didik berkebutuhan khusus tidak boleh dihadirkan di kelas hanya sebagai “pelengkap penderita” akan tetapi harus diberikan layanan pendidikan yang mengakomodasi kebutuhan layanan pendidikannya.

Keberagaman peserta didik di kelas inklusif memiliki karakteristik tersendiri, baik pada peserta didik reguler maupun pada peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK).   Keberadaan PDBK dipayungi Undang Undang Dasar 1945 pasal 31, ayat 1 mengamanatkan bahwa; “Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan” dan ayat 2; “Setiap  warga  Negara  wajib  mengikuti  pendidikan  dasar dan pemerintah wajib membiayainya’.   Dengan demikian, peserta didik dalam kelas walaupun berbeda keyakinan, fisik, gender, latar belakang keluarga, harapan, kemampuan, kelebihan peserta didik memiliki hak untuk belajar.

Implementasi di kelas, guru secara perlahan dan pasti memberikan penanaman sikap simpati dan empati kepada peserta didik reguler bahwa dalam masyarakat itu memiliki karakteristik keragaman bentuk, keyakinan, sosial, dan karakter peserta didik berkebutuhan khusus. Dengan demikian, ciptakan susana kebersamaan dalam berbagai aktivitas agar seluruh peserta didik membaur dan saling interaksi, sehingga akan tampak mereka bersosialisasi dan saling tolong menolong antarsesama.


Guru sangat penting memberikan wawasan kepada peserta didik bahwa masyarakat majemuk tradisional perlu mempertimbangkan adanya pluralitas horizontal (adanya perbedaan etnik, sub-sub etnik) dan pluralitas vertical (adanya pelapisan-pelapisan sosial).

Penamaan istilah “peserta didik” kepada siswa di sekolah dewasa ini sudah tepat, mengingat cara pandang ini yang lebih positif dibanding dengan istilah “murid atau siswa”. Hal ini, kata “peserta didik” dapat mengakomodasi keberagaman peserta didik dalam melihat kebutuhannya. 

Kata “kebutuhan khusus” menjadi dasar dalam melihat apa yang menjadi masalah dan kebutuhan peserta didik dan bukan pada label yang menyertainya. Oleh karena itu, guru hendaknya memandang setiap Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) memiliki karakteristik unik. Karakteristik PDBK ini berkaitan dengan bagaimana cara terbaik dalam memenuhi kebutuhan khususnya. Pandangan ini akan menuntun guru dalam menyusun akomodasi program untuk mengatasi hambatan dan mengoptimalkan potensi peserta didik.

Permendiknas No 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru bahwa dalam Kompetensi Paedagogik Guru salah satunya adalah memahami krakteristik peserta didik maka diharapkan sebelaum melakukan pembelajaran setiap guru dapat melakukan identifikasi dan asesmen. Hal ini untuk dijadikan sebagai dasar dalam memenuhi kebutuhan belajar peserta didik.

Jenis Peserta Didik

eserta didik di sekolah inklusif, ada tiga klasifikasi besar, yaitu: 

  1. Peserta didik tipikal atau reguler yaitu peserta didik yang tidak memiliki hambatan tertentu, misalnya hambatan fisik, mental kognitif, sensorik dan hambatan lainnya yang menyebabkan mereka mengalami kendala dalam mengikuti pembelajaran secara klasikal. 
  2. Peserta didik berkebutuhan khusus yaitu peserta didik berkebutuhan khusus adalah peserta didik yang memiliki kebutuhan belajar dan hambatan tertentu, seperti hambatan penglihatan, pendengaran, intelektual, fisik, hambatan dengan autistik, dan lainnya seperti anak hiperaktif, lamban belajar, rendah konsentrasi dan gangguan perilaku tertentu. 
  3. Peserta didik berkebutuhan layanan khusus yaitu peserta didik dengan kebutuhan layanan khusus yang mengalami hambatan secara eksternal, seperti anak korban bencana alam, anak korban HIV, korban kekerasan rumah tangga dan lingkungan.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus (Heward, 2002) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.

Anak berkebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan secara simpel sebagai anak yang lambat (slow) atau mangalami gangguan (retarded) yang sangat sukar untuk berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara pendidikan memerlukan layanan yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya.


Anak Berkebutuhan Khusus Temporer/Sementara

Alimin (2007) menjelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus temporer/sementara (temporary special needs) adalah anak-anak yang mengalami hambatan akibat dari faktor-faktor lingkungan seperti:

  1. anak mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri akibat sering menerima kekerasan dalam rumah tangga
  2. mengalami kesulitan konsentrasi karena sering diperlakukan kasar oleh orang tuanya
  3. mengalami kesulitan kumulatif dalam membaca dan berhitung akibat kekeliruan guru dalam mengajar
  4. anak-anak yang mengalami trauma akibat dari bencana alam yang mereka alami.

Anak dengan Hambatan Sensorik - Penglihatan (Tunanetra)


Klasifikasi gangguan penglihatan berdasarkan tingkat ketajaman penglihatan dan dalam perspektif pendidikan menurut Gunawan (2011) dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok low vision dan hambatan penglihatan total (Totally Blind).

1.  Low Vision
Kelompok ini adalah kelompok hambatan penglihatan yang masih mampu melihat dengan ketajaman penglihatan (acuity) 20/70. Kelompok ini mampu melihat dari jarak 6 meter, jauh lebih dekat dibandingkan dengan pelihatan orang normal (21 meter). Gambaran umum dari kelompok ini, mereka masih mampu mengenal bentuk objek dari berbagai jarak, menghitung jari dari berbagai jarak.

2.  Hambatan penglihatan total
Peserta didik dikatakan memiliki hambatan penglihatan secara total mereka yang tidak bisa memfungsikan kemampuan visualnya tidak memiliki penglihatan atau pun mereka yang bisa merasakan adanya sinar seperti mengetahui siang dan malam tanpa mengetahui sumber cahayanya.

Akibat dari adanya hambatan ini peserta didik diajarkan untuk memahami kemampuan membaca dan menulis braille dan orientasi mobilitas (OM) untuk membantu mereka dalam menjalankan daily activities.

Anak dengan Hambatan Sensorik - Pendengaran (Tunarungu)

  1. Aspek Motorik
    Anak tunarungu yang tidak memiliki kecacatan lain dapat mencapai tugas-tugas perkembangan motorik (early major motor milestones), seperti duduk, merangkak, berdiri dengan tanpa bantuan, dan berjalan sama seperti yang terjadi pada anak yang mendengar (Preisler dalam Alimin, 2007). 
    Namun beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa anak dengan hambatan pendengaran memiliki kesulitan dalam hal keseimbangan dan koordinasi gerak umum, dalam menyelesaikan tugas-tugas yang memerlukan kecepatan serta gerakan-gerakan yang kompleks (Ittyerah, Sharma, dalam Alimin, 2007).

  2. Aspek bicara dan bahasa
    Keterampilan berbicara dan bahasa merupakan bidang perkembangan yang paling banyak dipengaruhi oleh hambatan pendengaran. Khususnya anak dengan hambatan pendengaran dibawa sejak lahir. Menurut Rahardja (2006) bagi anak dengan hambatan pendengaran congenital atau berat, suara yang keras tidak dapat didengarnya meskipun dengan menggunakan alat bantu dengar. 
    Individu tersebut tidak dapat menerima informasi melalui suara, tetapi mereka sebaiknya belajar bahasa bibir. Suara yang dikeluarkan oleh anak dengan hambatan pendengaran biasanya sering sulit untuk dimengerti karena mereka mengalami kesulitan dalam membeda-bedakan artikulasi, kualitas suara, dan tekanan suara.

Anak dengan Hambatan Mental Kognitif - Hambatan Intelektual (Tunagrahita)

1. Hambatan Intelektual Ringan
Anak mengalami hambatan intelektual ringan umumnya memiliki kondisi fisik yang tidak berbeda. Mereka mempunyai IQ antara kisaran 50 s/d 70 dan juga termasuk kelompok mampu didik, mereka masih bisa dididik (diajarkan) membaca, menulis dan berhitung, anak anak mengalami hambatan intelektual  ringan biasanya bisa menyelesaikan pendidikan setingkat kelas IV SD Umum.

2. Hambatan Intelektual Sedang
Anak anak mengalami hambatan intelektual  sedang termasuk kelompok latih. Kondisi fisiknya sudah dapat terlihat, tetapi ada sebagian anak mengalami hambatan intelektual  yang mempunyai fisik normal. Kelompok ini mempunyai IQ antara 30 s/d 50. Mereka biasanya menyelesaikan pendidikan setingkat kelas 2 SD Umum.

3. Hambatan Intelektual Berat
Kelompok ini termasuk yang sangat rendah intelegensinya tidak mampu menerima pendidikan secara akademis. Anak anak mengalami hambatan intelektual  berat termasuk kelompok mampu rawat, IQ mereka rata-rata 30 ke bawah. Dalam kegiatan sehari-hari mereka membutuhkan bantuan orang lain.


Anak dengan Hambatan Fisik - Hambatan Anggota Gerak (Tunadaksa)

Pada dasarnya anak gangguan gerak dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu:
  1. Kelainan pada sistem serebral (cerebral system) 
  2. Kelainan pada sistem otot dan rangka (musculus skeletal system)

Anak dengan Gangguan Perilaku dan Emosi

Di dalam dunia Pendidikan Khusus dikenal dengan nama anak hambatan perilaku dan emosi (behavioral disorder). Kelainan tingkah laku ditetapkan bila mengandung unsur:

  1. Tingkah laku anak menyimpang dari standar yang diterima umum.
  2. Derajat penyimpangan tingkah laku dari standar umum sudah ekstrim.
  3. Lamanya waktu pola tingkah laku itu dilakukan.

Secara umum anak hambatan perilaku dan emosi (anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Cenderung membangkang.
  2. Mudah terangsang emosinya/emosional/mudah marah.
  3. Sering melakukan tindakan agresif, merusak, mengganggu.
  4. Sering bertindak melanggar norma sosial/norma susila/hukum.
  5. Cenderung prestasi belajar dan motivasi rendah sering bolos jarang masuk sekolah.

Anak Autis

Autisme berdasarkan Individuals with Disabilities Education (IDEA) yang dikutip oleh Rahardja (2006) adalah kelainan perkembangan yang secara signifikan berpengaruh terhadap komunikasi verbal dan non verbal serta interaksi sosial, umumnya terjadi pada usia sebelum tiga tahun, yang berpengaruh buruk terhadap kinerja pendidikan anak.

Karakteristik yang lain sering menyertai autisme seperti melakukan kegiatan yang berulang-ulang dan gerakan stereotip, penolakan terhadap perubahan lingkungan atau perubahan dalam rutinitas sehari- hari, dan memberikan respon yang tidak semestinya terhadap pengalaman sensori. Secara umum anak autis memiliki karakteristik sebagai berikut:

  1. Mengalami hambatan di dalam bahasa.
  2. Kesulitan dalam mengenal dan merespon emosi dengan isyarat sosial.
  3. Kekakuan dan miskin dalam mengekspresikan perasaan.
  4. Kurang memiliki perasaan dan empati.
  5. Sering berperilaku di luar kontrol dan meledak-ledak.
  6. Secara menyeluruh mengalami masalah dalam perilaku.
  7. Kurang memahami akan keberadaan dirinya sendiri.
  8. Keterbatasan dalam mengekspresikan diri
  9. Berperilaku monoton dan mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan.

Anak Cerdas Istimewa Berbakat Istimewa

Berikut beberapa karakteristik yang paling sering diidentifikasi terdapat pada anak berbakat istimewa pada masing-masing domain di atas. Namun demikian perlu dicatat bahwa tidak semua anak-anak berbakat istimewa (gifted) selalu menunjukkan atau memiliki karakteristik intelektual-kognitif seperti di bawah ini (Gunwan, 2011):

  1. Menunjukkan atau memiliki ide-ide yang orisinal, gagasan-gagasan yang tidak lazim, pikiran-pikiran kreatif.
  2. Mampu menghubungkan ide-ide yang nampak tidak berkaitan menjadi suatu konsep yang utuh.
  3. Menunjukkan kemampuan bernalar yang sangat tinggi.
  4. Mampu menggeneralisasikan suatu masalah yang rumit menjadi suatu hal yang sederhana dan mudah dipahami.
  5. Memiliki kecepatan yang sangat tinggi dalam memecahkan masalah.
  6. Menunjukkan daya imajinasi yang luar biasa.
  7. Memiliki perbendaharaan kosakata yang sangat kaya dan mampu mengartikulasikannya dengan baik.
  8. Biasanya fasih dalam berkomunikasi lisan, senang bermain atau merangkai kata-kata.
  9. Sangat cepat dalam memahami pembicaraan atau pelajaran yang diberikan.
  10. Memiliki daya ingat jangka panjang (long term memory) yang kuat.
  11. Mampu menangkap ide-ide abstrak dalam konsep matematika dan/atau sains.
  12. Memiliki kemampuan membaca yang sangat cepat.
  13. Banyak gagasan dan mampu menginspirasi orang lain.
  14. Memikirkan sesuatu secara kompleks, abstrak, dan dalam.
  15. Mampu memikirkan tentang beragam gagasan atau persoalan dalam waktu yang bersamaan dan cepat mengaitkan satu dengan yang lainnya.

Kesulitan Belajar Spesifik (Disleksia, Diskalkulia, Disgrafia)

PDBK yang mengalami kesulitan membaca (disleksia)

  1. Perkembangan kemampuan membaca terlambat
  2. Kemampuan memahami isi bacaan rendah
  3. Kalau membaca sering banyak kesalahan

PDBK yang mengalami kesulitan belajar menulis (disgrafia)

  1. Kalau menyalin tulisan sering terlambat selesai
  2. Sering salah menulis huruf b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2 dengan 5, 6 dengan 9, dan sebagainya
  3. Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca
  4. Tulisannya banyak salah/terbalik/huruf hilang
  5. Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.

PDBK yang mengalami kesulitan belajar berhitung (diskalkulia)

  1. Sering salah menulis angka 2 dengan 5, 6 dengan 9, dan sebagainya
  2. Rancu atau bingung dengan simbol-simbol matematis. Misalnya tanda +, -, x, :, dan sebagainya.

Akomodasi yang Layak bagi Peserta Didik Penyandang Disabilitas

Peserta Didik Penyandang Disabilitas Fisik

Bentuk Akomodasi yang Layak berdasarkan ragam Penyandang Disabilitas Fisik adalah:

  1. ketersediaan aksesibilitas untuk menuju tempat yang lebih tinggi dalam bentuk:
    • bidang miring;
    • lift; dan/atau
    • bentuk lainnya.
  2. pemberian afirmasi seleksi masuk di Lembaga Penyelenggara Pendidikan sesuai dengan kondisi fisik Peserta Didik Penyandang Disabilitas berdasarkan keterangan dokter dan/atau dokter spesialis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  3. fleksibilitas proses pembelajaran;
  4. fleksibilitas bentuk materi pembelajaran, sesuai dengan kebutuhan;
  5. fleksibilitas dalam perumusan kompetensi lulusan dan/atau capaian pembelajaran;
  6. fleksibilitas dalam evaluasi dan penilaian kompetensi;
  7. fleksibilitas waktu penyelesaian tugas dan evaluasi;
  8. asistensi dalam proses pembelajaran dan evaluasi; dan/atau
  9. bentuk lain yang dapat menjamin Peserta Didik Penyandang Disabilitas fisik untuk mendapat layanan pendidikan.

Peserta Didik Penyandang Disabilitas Intelektual

Bentuk Akomodasi yang Layak berdasarkan ragam Penyandang Disabilitas Intelektual adalah:

  1. pemberian afirmasi seleksi masuk di Lembaga Penyelenggara Pendidikan sesuai dengan kondisi intelektual Peserta Didik Penyandang Disabilitas berdasarkan keterangan dokter dan/atau dokter spesialis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. fleksibilitas proses pembelajaran;
  3. fleksibilitas bentuk materi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan;
  4. fleksibilitas dalam perLrmusan kompetensi lulusan dan/atau capaian pembelajaran;
  5. fleksibilitas dalam evaluasi dan penilaian kompetensi;
  6. penyesuaian rasio antara jumlah guru/dosen dengan jumlah Peserta Didik Penyandang Disabilitas intelektual di kelas;
  7. capaian pembelajaran yang ingin dicapai dalam proses pendidikan harus disesuaikan dengan kemampuan masing-masing individu Peserta Didik Penyandang Disabilitas intelektual;
  8. penyediaan pengajaran untuk membangun keterampilan hidup sehari-hari, baik keterampilan domestik, keterampilan berinteraksi di masyarakat, maupun di tempat berkarya;
  9. fleksibilitas waktu penyelesaian tugas dan evaluasi;
  10. fleksibilitas masa studi;
  11. penyediaan ruang untuk melepas ketegangan/ruang relaksasi;
  12. ijazah dan/atau sertifikat kompetensi yang menginformasikan capaian kemampuan Peserta Didik Penyandang Disabilitas intelektual dalam bentuk deskriptif dan angka; dan/atau
  13. bentuk lain yang dapat menjamin Peserta Didik Penyandang Disabilitas intelektual untuk mendapat layanan pendidikan.

Peserta Didik Penyandang Disabilitas Mental

Bentuk Akomodasi yang Layak berdasarkan ragam Penyandang Disabilitas Mental adalah:

  1. pemberian afirmasi seleksi masuk di Lembaga Penyelenggara Pendidikan sesuai dengan kondisi mental Peserta Didik Penyandang Disabilitas berdasarkan keterangan dokter dan/atau dokter spesialis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. fleksibilitas proses pembelajaran;
  3. fleksibilitas bentuk materi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan;
  4. fleksibilitas dalam perumusan kompetensi lulusan dan/atau capaian pembelajaran;
  5. fleksibilitas dalam evaluasi dan penilaian kompetensi;
  6. fleksibilitas masa studi sesuai dengan kondisi mental Peserta Didik Penyandang Disabilitas berdasarkan keterangan medis;
  7. fleksibilitas waktu penyelesaian tugas dan evaluasi;
  8. fleksibilitas waktu untuk tidak mengikuti pembelajaran pada saat Peserta Didik Penyandang Disabilitas menjalani proses perawatan mental;
  9. mendapatkan materi pembelajaran sebelum proses pembelajaran berlangsung;
  10. fleksibilitas posisi duduk dan waktu istirahat saat mengikuti proses pembelajaran;
  11. ketersediaan layanan tutorial oleh Pendidik atau Peserta Didik lainnya untuk membantu dalam memahami materi pembelajaran;
  12. pemberian bantuan pada saat Peserta Didik Penyandang Disabilitas mental mengalami kondisi yang tidak memungkinkan untuk mengikuti pembelajaran;
  13. penyediaan ruang untuk melepas ketegangan/ruang relaksasi;
  14. fleksibilitas dalam proses pembelajaran dan evaluasi;
  15. fleksibilitas tempat pelaksanaan evaluasi; dan/atau
  16. bentuk lain yang dapat menjamin Peserta Didik Penyandang Disabilitas mental untuk mendapat layanan pendidikan.

Peserta Didik Penyandang Disabilitas Netra

Bentuk Akomodasi yang Layak berdasarkan ragam Penyandang Disabilitas Netra adalah:

  1. pemberian afirmasi seleksi masuk di Lembaga Penyelenggara Pendidikan sesuai dengan kondisi sensorik netra Peserta Didik Penyandang Disabilitas berdasarkan keterangan dokter dan/atau dokter spesialis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. fleksibilitas proses pembelajaran;
  3. fleksibilitas bentuk materi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan;
  4. fleksibilitas dalam perumusan kompetensi lulusan dan/atau capaian pembelajaran;
  5. fleksibilitas dalam evaluasi dan penilaian kompetensi;
  6. penerapan standar laman yang aksesibel dalam penggunaan teknologi, aplikasi, dan peralatan berbasis teknologi baik dalam sistem pendaftaran, administrasi, proses belajar mengajar, maupun evaluasi;
  7. penyediaan denah timbul/maket yang menggambarkan lingkungan fisik sekolah/kampus Lembaga Penyelenggara Pendidikan;
  8. layanan pendampingan untuk orientasi lingkungan fisik sekolah/kampus Lembaga Penyelenggara Pendidikan;
  9. sosialisasi sistem pembelajaran termasuk sistem layanan perpustakaan di kampus Lembaga Penyelenggara Pendidikan;
  10. penyerahan materi pembelajaran/perkuliahan sebelum dimulai kegiatan pembelajaran/perkuliahan;
  11. penyesuaian format media atau materi pembelajaran serta sumber belajar yang aksesibel;
  12. penyesuaian strategi pembelajaran untuk muatan pembelajaran khususnya matematika, fisika, kimia, dan statistik;
  13. modifikasi materi pembelajaran, pemberian tugas, dan evaluasi untuk muatan pembelajaran khususnya olah raga, seni rupa, sinematograh, menggambar, dan yang sejenisnya;
  14. ketersediaan Pendidik atau alat media yang dapat membacakan tulisan yang disajikan di papan tuiis/layar dalam proses belajar di kelas;
  15. penyediaan sumber baca, informasi, dan layanan perpustakaan yang mudah diakses;
  16. penyesuaian cara, bentuk penyajian, dan waktu pengerjaan tugas dan evaluasi termasuk melalui:
    • penyajian naskah dalam format braille terutama untuk naskah yang banyak menggunakan simbol khusus seperti matematika, kimia, dan bahasa Arab;
    • modifikasi penyajian soal yang menampilkan gambar dan bagan dalam bentuk gambar timbul yang telah disederhanakan, deskripsi gambar, atau penggunaan alat peraga;
    • penyajian soal ujian dalam bentuk softcopy, yang dioperasikan dan dikerjakan dengan menggunakan komputer bicara yaitu komputer yang dilengkapi perangkat lunak pembaca layar;
    • pembacaan soal ujian oleh petugas pembaca;
    • perpanjangan waktu dalam penyelesaian tugas; dan
    • perpanjangan waktu paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari waktu yang ditentukan untuk pelaksanan evaluasi yang menggunakan format braille atau dibacakan; dan/atau
  17. bentuk lain yang dapat menjamin Peserta Didik Penyandang Disabilitas netra untuk mendapat layanan pendidikan.

Peserta Didik Penyandang Disabilitas Rungu atau Wicara

Bentuk Akomodasi yang Layak berdasarkan ragam Penyandang Disabilitas Rungu atau Wicara adalah:

  1. pemberian afirmasi seleksi masuk di Lembaga Penyelenggara Pendidikan sesuai dengan kondisi intelektual Peserta Didik Penyandang Disabilitas rungu atau Penyandang Disabilitas wicara berdasarkan keterangan dokter dan/atau dokter spesialis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. fleksibilitas proses pembelajaran;
  3. fleksibilitas bentuk materi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan;
  4. fleksibilitas dalam perumusan kompetensi lulusan dan/atau capaian pembelajaran;
  5. komunikasi, informasi, dan/atau instruksi dalam proses pembelajaran dan evaluasi menggunakan cara yang sesuai dengan pilihan masing-masing Peserta Didik Penyandang Disabilitas rungu atau Penyandang Disabilitas wicara;
  6. pendampingan di kelas baik oleh juru bahasa isyarat maupun oleh juru catat jika Pendidik tidak dapat berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat;
  7. fleksibilitas pengerjaan tugas dan evaluasi menggunakan tulisan, presentasi lisan dengan bantuan juru bahasa isyarat, presentasi video, animasi, dan bentuk audio visual lain;
  8. fleksibilitas waktu pengerjaan tugas dan evaluasi;
  9. modifikasi tugas dan evaluasi pelajaran bahasa asing yang dikonversi dalam bentuk tugas tertulis;
  10. fleksibilitas posisi duduk sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan Peserta Didik Penyandang Disabilitas rungu atau Penyandang Disabilitas wicara dan posisi Pendidik menghadap ke Peserta Didik Penyandang Disabilitas rungu atau Penyandang Disabilitas wicara dalam menyampaikan materi pembelajaran; dan/atau
  11. bentuk lain yang dapat menjamin Peserta Didik Penyandang Disabilitas rungu atau Penyandang Disabilitas wicara untuk mendapat layanan pendidikan.

Peserta Didik Penyandang Disabilitas Ganda atau Multi

Pada Pasal 16, 
  1. Bentuk Akomodasi yang layak berdasarkan ragam Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) bagi Peserta Didik Penyandang Disabilitas ganda atau multi berupa:
    • Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas ganda atau multi disediakan dalam bentuk kombinasi dari Akomodasi yang Layak bagi ragam Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 15; dan
    • komunikasi yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas netra dan Penyandang Disabilitas rungu menggunakan bahasa isyarat raba.
  2. Bahasa isyarat raba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan oleh Menteri.
  3. Menteri dalam menetapkan bahasa isyarat raba sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melibatkan organisasi Penyandang Disabilitas yang mewakili Penyandang Disabilitas netra dan Penyandang Disabilitas rungu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar